Penyakit asam urat atau yang lebih dikenal dengan “gout” adalah penyakit sendi yang terjadi akibat kadar asam urat yang terlalu tinggi dalam darah. Pada kondisi normal, asam urat larut dalam darah dan akan keluar melalui urin. Namun dalam kondisi tertentu, tubuh dapat menghasilkan asam urat dalam jumlah berlebih atau mengalami gangguan dalam membuang kelebihan asam urat ini, sehingga asam urat menumpuk dalam tubuh.
Gout merupakan penyakit progresif akibat deposisi kristal MSU (Monosodium Urat) di persendian, ginjal dan jaringan ikat lain, sebagai akibat kadar asam urat tinggi dalam darah (hiperurisemia) yang telah berlangsung lama /kronik. Tanpa penanganan yang efektif, kondisi ini dapat berkembang menjadi gout kronik, terbentuknya tofus dan bahkan dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal berat serta penurunan kualitas hidup.
Gout terjadi pada 1−2% populasi dewasa dan merupakan kasus inflamasi artritis terbanyak pada pria. Prevalensi penyakit gout diperkirakan antara 13,6 per 1000 pria; dan 6,4 per 1000 wanita. Prevalensi gout meningkat sesuai umur dengan rerata 7% pada pria umur >75 tahun dan 3% pada wanita umur >85 tahun.
Penelitian di Indonesia oleh Raka Putra dkk menunjukkan prevalensi hiperurisemia di Bali 14.5%, sementara hasil penelitian terhadap etnis Sangihe di pulau Minahasa Utara oleh Ahimsa & Karema K, didapatkan prevalensi gout sebesar 29.2%.
Bagaimana Seorang Dokter Mendiagnosis GOUT ?
Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga fase, diantaranya:
- Hiperurisemia tanpa gejala klinis
- Artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal)
- Arthritis gout kronis
Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat serum >7,0 mg/dl pada laki-laki, dan >6,0 mg/dl pada wanita; yang berarti telah melewati batas kelarutannya di serum. Periode ini dapat berlangsung cukup lama dan sebagian dapat berubah menjadi artritis gout. Serangan artritis gout akut yang pertama paling sering mengenai sendi metatarsophalangeal (MTP) ke-1 yaitu sekitar 80−90 % kasus, yang secara klasik disebut podagra. Onset serangan tiba-tiba, sendi yang terkena mengalami eritema (kemerahan) hangat, bengkak dan nyeri.
Serangan artritis akut kedua dapat dialami dalam 6 bulan sampai dengan 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan akut kedua dan seterusnya dapat mengenai lebih dari satu persendian, dapat melibatkan tungkai atas, durasi serangan lebih lama, interval antar serangan lebih pendek dan lebih berat. Serangan artritis akut yang tidak terobati dengan baik akan mengakibatkan artritis gout kronis yang ditandai dengan inflamasi ringan pada sendi disertai destruksi (kerusakan) kronis pada sendi- sendi yang mengalami serangan artritis akut. Pada pemeriksaan fisik akan dijumpai deformitas (kelainan bentuk) sendi dan tofus pada jaringan. Artritis gout kronis berkembang dalam 5 tahun dari onset pertama artritis gout akut pada sekitar 30% pasien yang tidak terobati dengan baik.
Bagaimana Terapi Penyakit Asam Urat Yang Perlu Diketahui Masyarakat?
Tatalaksana penyakit asam urat tanpa gejala dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, termasuk pola diet seperti pada prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout. Penggunaan terapi penurun asam urat pada hiperurisemia tanpa gejala klinis masih kontroversial. The European League Against Rheumatism (EULAR), American College of Rheumatology (ACR) dan National Kidney Foundation (NKF) tidak merekomendasikan penggunaan terapi penurun asam urat dengan pertimbangan keamanan dan efektifitas terapi tersebut. Sedangkan rekomendasi dari Japan Society for Nucleic Acid Metabolism, menganjurkan pemberian obat penurun asam urat pada pasien hiperurisemia asimtomatik dengan kadar urat serum >9 atau kadar asam urat serum >8 dengan faktor risiko kardiovaskular (gangguan ginjal, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung iskemik).
Sementara, serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat mungkin. Pasien harus diedukasi dengan baik untuk dapat mengenali gejala dini dan penanganan awal serangan gout akut.
Pilihan obat untuk penanganan awal harus mempertimbangkan ada tidaknya kontraindikasi (efek berlawanan) obat, serta pengalaman pasien dengan obat-obat sebelumnya.
Rekomendasi obat untuk serangan gout akut yang onsetnya <12 jam adalah kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.5 mg. Terapi pilihan lain diantaranya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila dibutuhkan aspirasi sendi diikuti injeksi kortikosteroid. Obat penurun asam urat seperti allopurinol tidak disarankan memulai terapinya pada saat serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah dalam terapi rutin obat penurun asam urat, terapi tetap dilanjutkan. Obat penurun asam urat dianjurkan dimulai 2 minggu setelah serangan akut reda.
Pasien gout fase interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi penurun kadar asam urat dan terapi profilaksis untuk mencegah serangan akut. Terapi penurun kadar asam urat dibagi dua kelompok, yaitu: kelompok inhibitor xantin oksidase (allopurinol dan febuxostat) dan kelompok urikosurik (probenesid).
Rekomendasi Pengelolaan Gout pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal
Pasien gout dengan gangguan fungsi ginjal dosis obat penurun kadar asam urat serum (misalnya: probenesid dan allopurinol) harus memperhatikan bersihan kreatinin. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat dan mengalami serangan gout akut dapat diberikan kortikosteroid oral dan injeksi intraartikular. Bila nyeri masih belum teratasi dapat ditambahkan analgesik golongan opioid. Allopurinol dan metabolitnya mempunyai waktu paruh yang panjang. Pada gangguan fungsi ginjal dosis allopurinol disesuaikan dengan bersihan kreatinin.
Perubahan Gaya Hidup Pada Penderita Penyakit Asam Urat
Dokter mungkin menginstruksikan Anda untuk puasa (termasuk minum) selama 8 hingga 10 jam sebelum mengikuti tes. Anda mungkin juga diinstruksikan untuk membatasi tingkat aktivitas Anda pada jam-jam menjelang pemeriksaan.
- Diet; hindari makanan yang mengandung tinggi purin seperti hati, ampela, ginjal, jeroan dan ekstrak Makanan yang harus dibatasi konsumsinya antara lain daging sapi, domba, babi, makanan laut tinggi purin (sardine, kelompok shellfish seperti lobster, tiram, kerang, udang, kepiting, tiram, scallop). Asupan air minum >2 liter per hari disarankan.
- Latihan fisik; dilakukan secara rutin 3−5 kali seminggu selama 30−60 Olahraga meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan ketahanan kardiovaskular
- Lain-lain; hindari merokok aktif dan pasif
Bagaimana Cara Mengukur dan Memonitor Kadar Asam Urat Dalam Darah Secara Praktis?
Pengukuran kadar asam urat dalam darah dapat dengan mudah dilakukan secara mandiri dan praktis dengan UASure Blood Uric Acid Monitoring System, yang merupakan salah satu alat POCT (Point of Care Test) yang dapat digunakan untuk melakukan monitoring profil asam urat dalam tubuh sehingga dapat segera melakukan tindakan apabila konsentrasi asam urat dalam darah terlalu tinggi atau rendah. UASure Blood Uric Acid Monitoring System merupakan sistem genggam generasi baru di pasaran untuk tenaga kesehatan profesional bahkan pengguna individu dengan kenyamanan perangkat portabel dan pengoperasian yang mudah untuk pemantauan mandiri asam urat darah.
Berikut ini merupakan fitur dan keunggulan dari produk UASure Blood Uric Acid Monitoring System
Fitur
- Batas rentang pengukuran Asam Urat dalam darah : 3 - 20 mg/dL, (1.1 - 33.3 mmol/L)
- Waktu Pengukuran: 30 detik
- Volume SampeL: 3 µL
- Jenis Sampel Pemeriksaan: Darah kapiler dari jari atau darah vena (whole blood)
Keunggulan
- Dengan rentang kisaran uji yang besar, mencakup profil asam urat terlalu tinggi ataupun terlalu rendah
- Waktu pengukuran yang singkat, sangat cepat dan prosedurnya mudah dilakukan
- Volume sampel darah yang sangat sedikit akan mempermudah anda dalam melakukan pemeriksaan
- Sampel darah kapiler dari jari merupakan sampel yang sangat mudah pengambilan sampelnya
Dengan produk UASure Blood Uric Acid Monitoring System dari Apexbio maka Anda dapat dengan mudah mengukur dan memonitor kadar asam urat dalam darah Anda.
Referensi :
- Insert Page UASure Blood Uric Acid Monitoring System by Apexbio
- Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout, ISBN 978-979-3730-31-8, Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018